Indonesia perlahan mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bersama beberapa negara, Indonesia sepakat menggunakan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) pada setiap transaksi perdagangan maupun investasi.
“Inisiasi dari BI (Bank Indonesia) mendorong LCS ini untuk mengurangi ketergantungan dolar,” ungkap Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/8/2021).
Negara yang sudah sepakat dengan Indonesia antara lain Malaysia, Jepang dan Thailand yang sejauh ini sudah memanfaatkan penggunaan mata uang lokal sebesar US$ 117,3 juta atau setara dengan Rp 1,68 triliun (kurs Rp 14.400/US$) setiap bulannya.
China baru saja sepakati LCS dan diimplementasikan pada bulan ini. Potensi untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar sangat besar karena China adalah mitra utama dalam perdagangan Indonesia.
Josua mengakui, ekonomi Indonesia sangat rentan akan pergerakan nilai tukar. Contoh saja dalam beberapa tahun terakhir, ketika ekonomi tumbuh tinggi, maka kebutuhan impor melonjak seiring belum bisa disediakannya bahan baku di dalam negeri.
Lonjakan impor memaksa peningkatan kebutuhan dolar oleh kalangan dunia usaha. Itu belum termasuk bila di saat yang sama ada impor minyak oleh PT Pertamina persero dan kewajiban pembayaran utang oleh pemerintah.
“Kalau dikurangi akan signifikan dalam jaga stabilitas nilai tukar di negara tersebut,” terangnya.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ekonom Bank BCA David Sumual. Setidaknya BI bisa lebih tenang dalam menjaga nilai tukar seandainya ketergantungan akan dolar AS bisa dikurangi.
“Inisiatif LCS ini sangat positif untuk menghindari gejolak,” papar David.
Meskipun perlu sosialisasi lebih luas lagi kepada kalangan dunia usaha dalam penggunaan mata uang selain dolar AS.
“Dari sisi implementasi banyak kesulitan di lapangan karena pengusaha belum terbiasa mata uang masing-masing dalam ekspor impor, perlu ada edukasi dan sosialisai BI dan perbankan ke pengusaha,” terang David.
Sumber CNBC Indonesia