Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (16/6/2021), jelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) malam nanti. Meski demikian, rupiah memilik peluang berbalik menguat di sisa perdagangan hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.230/US$. Setelahnya, rupiah terus terdepresiasi hingga 0,32% di Rp 14.265/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik, pada pukul 12:00 WIB berada di Rp 14.250/US$ atau melemah 0,21%.
Tanda-tanda rupiah bisa berbalik menguat terlihat di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rupiah sebenarnya sedang dinaungi sentimen positif dari dalam negeri. Dalam beberapa pekan terakhir, data ekonomi menunjukkan peluang besar Indonesia lepas dari resesi di kuartal II-2021.
Namun, potensi penguatan masih terganjak pengumuman kebijakan moneter The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Isu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan terjawab saat The Fed mengumumkan kebijakan moneter.
Pasar saat ini masih bingung, apakah The Fed akan melakukan tapering dalam waktu dekat karena inflasi sudah melesat di AS, atau masih mempertahankan sikapnya yang menganggap tapering masih terlalu dini.
Tapering bisa menimbulkan gejolak di pasar finansial global yang disebut taper tantrum. Rupiah sendiri pernah merasakan ganasnya tapering pada tahun 2013 lalu.
Tingginya inflasi di AS yang membuat isu tapering semakin menguat belakangan ini.
Salah satu investor papan atas Paul Tudor Jones, inflasi yang tinggi tetapi dikatakan bersifat sementara oleh The Fed tidak masuk akal. Jones merupakan salah satu investor yang masuk dalam buku Market Wizard atau “Penyirih Pasar” karangan Jack Schwager.
“Inflasi yang dikatakan sementara tidak seperti yang saya lihat. Saya khawatir dengan inflasi dikatakan sementara saat supply sedang rendah dan demand yang tinggi,” kata Jones sebagaimana dilansir Kitco Senin, (14/6/2021).
Jika The Fed memberikan sinyal mulai membahas tapering, maka rupiah berisiko merosot.
Sebaliknya jika The Fed masih sama dengan sikap sebelumnya, menyebut terlalu dini membicarakan tapering, rupiah berpotensi kembali ke jalur penguatan.
Sumber CNBC Indonesia