Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (23/7/2021). Rupiah sempat memangkas pelemahan dan nyaris berbalik menguat tetapi masih belum berhasil, maklum saja pelaku pasar mulai was-was lagi akibat kasus penyakit virus corona (Covid-19) kembali melonjak.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.490/US$, setelah sempat terdepresiasi hingga ke Rp 14.500/US$. Sepanjang perdagangan rupiah mampu bertahan di bawah level tersebut, dan sempat memangkas pelemahan hingga 0,03% di Rp 14.485/US$.
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di Rp 14.495/US$, melemah 0,1%.
Di sisa perdagangan hari ini, peluang rupiah untuk berbalik menguat masih terbuka. Hal tersebut terindikasi dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) siang ini yang tidak jauh berbeda dengan beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rupiah kemarin sebenarnya sangat perkasa, mampu menguat 0,41%. Tetapi kasus Covid-19 yang naik tajam membuatnya hari ini mengendur.
Kemarin, setelah pasar dalam negeri ditutup, Kementerian Kesehatan melaporkan kasus baru pada hari ini Rabu (21/7/2021) bertambah 49.509 pasien, naik dari hari sebelumnya sebanyak 33.772 orang, yang merupakan yang terendah sejak 6 Juli.
Jika PPKM level 3 dan 4 batal dilonggarkan, tentunya menjadi kabar buruk, perekonomian Indonesia berisiko merosot lagi. Apalagi Bank Indonesia (BI) kemarin saat mengumumkan kebijakan moneter memangkas proyeksi produk domestik bruto (PDB) tahun ini.
BI memproyeksi PDB RI akan berada di kisaran 3,5%-4,3% lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 4,1-5,1%.
Sumber CNBC Indonesia