Rupiah melemah tanpa perlawanan berhadapan dengan dolar Amerika Serikat (AS) Selasa kemarin. Sepanjang perdagangan rupiah tertahan di zona merah, di akhir berada di Rp 14.270/US$, melemah 0,14%.
Pada perdagangan hari ini, Rabu (29/9) hal yang sama berisiko terjadi, bahkan rupiah bisa merosot dalam.
Sebabnya, yield Treasury AS tenor 10 tahun kemarin kembali menanjak 5,55 basis poin ke 1.5461%. Dalam 4 hari terakhir total 18,57 basis dan saat ini berada di level tertinggi sejak 17 Juni lalu.
Kenaikan yield Treasury tenor 10 tahun tersebut menjadi indikasi pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga. Alhasil, dolar AS menjadi perkasa dan rupiah berisiko terpuruk.
Tekanan bagi rupiah diperparah dengan anjloknya bursa saham AS (Wall Street) dan Eropa kemarin.
Indeks Dow Jones merosot 1,6% ke 34.299,99, S&P 500 ambrol 2% ke 4.352,63, dan Nasdaq yang paling parah, jeblok hingga 2,8% ke 14.546,68. Nasdaq mencatat kinerja harian terburuk sejak Maret lalu.
Hal yang sama terjadi pada bursa saham Eropa kemarin, mayoritas jeblok lebih dari 2%.
Jebloknya bursa saham tersebut yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang memburuk. Kala sentimen pelaku pasar memburuk, maka dolar AS yang menyandang status safe haven lebih diuntungkan.
Secara teknikal, sepanjang September rupiah yang disimbolkan USD/IDR bergerak sideways dengan batas atas di kisaran Rp 14.280/US$ dan batas bawah di Rp 14.185/US$.
Rupiah kini berada di dekat batas atas, jika dilewati ada risiko akan merosot lebih jauh.
Sideways artinya rupiah cenderung bergerak dalam rentang harga tersebut. Kemudian, Pola Hammer masih menjadi risiko utama rupiah.
Pola Hammer tersebut masih menjadi mimpi buruk bagi rupiah, pada perdagangan Kamis (9/9) rupiah menutup perdagangan di atas pola tersebut. Artinya, pola Hammer terkonfirmasi sebagai pola pembalikan arah, rupiah patut waspada. Pola Hammer baru batal ketika rupiah melewati tail (ekor) di Rp 14.170/US$.
Meski demikian, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih berada di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100, dan MA 200 sepanjang pekan lalu. Artinya, rupiah bergerak di bawah 3 MA yang bisa memberikan tenaga menguat.
Resisten berada di kisaran Rp 14.290/US$ hingga Rp 14.300/US$ yang merupakan MA 200 menjadi penahan pelemahan rupiah. Tetapi jika ditembus, rupiah berisiko merosot di pekan ini ke menuju Rp 14.350/US$.
Sementara itu, indikator Stochastic pada grafik 1 jam berada di wilayah overbought yang membuka peluang penguatan. Support berada di kisaran Rp 14.250/US$, jika dilewati rupiah berpeluang menguat menuju Rp 14.200/US$.
Sumber CNBC Indonesia